Kampus Unpatti Terkesan Tak Transparan Terhadap Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Internal Kampus
Suaraenamdua.Com Ambon – Universitas Pattimura Ambon tak transparan terhadap penanganan kasus kekerasan seksual di internal kampus.
Hal ini disampaikan Penasehat Hukum (PH) korban kekerasan seksual, Miswar Tomagola, Basri Sastro, SH, Rahman Namkule, SH, kepada media suaraenamdua.Com, melaui keterangan pers, Rabu (9/7/2024).
“Perlu kami sampaikan kepada rekan-rekan insan media bahwa berkaitan dengan penanganan dugaan kekerasan seksual di lingkungan kampus Unpatti sampai hari ini proses akhir penanganan belum diketahui pasti, apa hasil dari sidang dewan kode etik universitas tersebut, sebab tidak pernah disampaikan secara tertulis hasil-hasil dari sidang itu ke korban, keluarganya sekalipun permintaan tersebut sudah disampaikan berulangkali ke pihak kampus khususnya dewan kode etik unpatti sebagai bukti bahwa adanya proses penanganan dan penjatuhan sanksi terhadap terduga pelaku di tingkat Universitas”, ujar Tomagala.
Tomagola mengatakan, seperti yang sudah diberitakan oleh media-media sebelumnya berkaitan dengan kekerasan seksual di unpatti pada bulan april 2024 lalu , diduga pelakunya adalah oknum dosen unpatti dengan inisial AS yang terjadi dilingkungan kampus berdasarkan keterangan korban, saksi,dan bukti rekaman yang sudah diserahkan ke pihak kampus.
Setelah korban berani speak up ke teman-teman mahasiswanya berkaitan dengan apa yang menimpanya, kemudian solidaritas mahasiswa terbangun untuk membentengi korban dari terduga pelaku, atau tekanan yang lain, sambil mempresure pihak Unpatti dalam hal ini adalah rektor sebagai pucuk pimpinan tertinggi untuk segera mengambil sikap yang cepat guna melindungi kepentingan korban dan citra kampus serta pemberian sanksi yang cepat dan tepat terhadap terduga pelaku tersebut.
Kata Tomagola, kejadian ini menjadi atensi publik, korban diminta oleh pihak kampus untuk datang menjelaskan duduk perkaranya bersama rektor Unpatti, para warek, Satgas PPKS, dan lainnya, dan dihadapan korban, rektor menggaransikan dan mendorong terduga pelaku akan secepatnya ditindak berupa penjatuhan sanksi etik dari dewan kode etik universitas dan melayangkan hasil-hasil sidang dewan kode etik ke kementrian terkait serta mendorong pelaporaan yang sudah dilayangkan oleh korban ke Polda Maluku agar mendapat keadilan terhadap perbuatan oknum dosen bersangkutan, ungkapnya.
Sejak awal kuasa korban juga sudah melayangkan permohonan percepatan penanganan perkara yang ditujukan ke rektor unpatti dengan nomor surat permohonan: 01/P-A/KH-MT/V/2024 Tertanggal 8 Mei 2024 dengan substansi permohonan yakni kepentingan korban sama-sama dipulihkan secara mental dengan satgas PPKS, penyelesaian secara cepat, adil dan transparan oleh dewan kode etik universitas mengingat kepentingan korban yang mesti didahulukan dan sejauh ini terkesan diabaikan oleh pihak kampus bila mengacu pada fakta penanganan dari bulan april 2024 sampai hari ini diantaranya pendampingan dan pemulihan mental dari Satgas PPKS terhadap korban terkesan tidak maksimal dan bersifat simbolis, hasil-hasil sidang dewan kode etik universitas tidak disampaikan secara tertulis ke korban atau keluarganya dan atau kuasanya sekalipun sudah dimintakan oleh kuasa korban berungkali namun sampai rilis ini disampaikan, tidak ditindak lanjuti oleh dewan kode etik universitas, ditambah lagi progres hasil pelimpahan hasil-hasil sidang dewan kode etik universitas yang katanya sudah dilanjutkan ke kementrian terkait sejauh ini juga tidak dijelaskan bukti pelimpahan dan progresnya sudah sampai dimana, kesal Tomagola.
Terhadap kejadian kekerasan seksual ini korban mengalami banyak kerugian, secara mental juga materi karena harus bolak balik mempersiapkan segala hal dalam menjelaskan fakta perkara kepada dewan kode etik unpatti dan juga di Polda Maluku untuk kepentingan pelaporan dan penyidikan dengan harapan terduga pelaku secepatnya mendapat sanksi etik dan sanksi lainnya. Sehingga tidak tepat kalau pihak kampus dalam proses penangananya terkesan tertutup karena tidak memberikan hasil-hasil sidang dewan kode etik universitas secara tertulis ke korban atau keluarganya. Bahwa korban berhak mengetahui perkembangan penanganan perkaranya sudah sampai ditahapan mana dan apa hasilnya yang diputuskan dalam sidang dewan kode etik universitas dan poin apa yang kemudian direkomendasikan ke kementrian terkait. Sebab ketika pihak kampus tidak transparan dalam penanganan perkara kekerasan seksual yang menimpa korban, sudah barang tentu akan berdampak fatal bagi korban dan selanjutnya akan muncul bias persepsi terhadap dewan kode etik unpatti selama ini.
Sementara Basri Sastro, SH mengatakan, kekerasan seksual dilingkungan kampus merupakan suatu hal yang tidak boleh dianggap biasa-biasa saja, apalagi korbannya adalah mahasiswi dan pelakunya adalah dosen. Sehingga pada kesempatan ini kami meminta kepada rektor unpatti agar tidak menutup mata dan segera mengevaluasi kinerja dewan kode etik dan satgas PPKS dalam menangani kasus kekerasan seksual selama ini agar supaya menjelaskan tahapan dan bukti progres pelimpahan ke kementrian sudah sampai dimana dan memberikan hasil-hasil sidang dewan kode etik universitas secara tertulis ke korban dan atau kuasanya dan memaksimalkan pendampingan dan pemulihan mental korban oleh satgas PPKS, Tegas Basri.
Rahman Namkule, SH menyampaikan, berkaitan dengan laporan di Polda Maluku, sudah dilakukan gelar penetapan TERSANGKA oleh penyidik PPA, maka sebagai bukti keseriusan Unpatti dalam menangani kasus kekerasan seksual, kami meminta kepada rektor Unpatti untuk menjelaskan hasil-hasi sidang kode etik universitas dan progres pelaporan ke kementrian kepada korban ataupun kuasanya secara resmi, pintah Namkule.